Ketika Dinding Bicara
Siang itu suasana sepi. Kakak Zaidan dan saya baru terbangun dari tidur siang. Raissa masih bobo manis.
Di luar hujan gerimis, maka saya matikan AC biar udara tak terlalu dingin. Dan saat itulah saya mendengar 'dinding kamar kami bicara'. Lama-lama suaranya makin terdengar keras, apalagi di suasana sepi ini. Biasanya, karena keributan anak-anak atau karena suara AC, suara-suara dari rumah sebelah kanan atau kiri jarang terdengar. Apalagi ini kan perumahan komplek, yang saya pikir tiap rumah punya lapisan dinding masing-masing jadi lebih terjaga privasinya.
Zaidan yang jika sedang main tak akan menggubris suara uminya, pun jadi terdiam. Lalu memandang saya. "Umi, itu suara apa? Takuuut.." Dia menempelkan telinganya ke dinding. "Ih, nggak sopan. Ngomongnya elu gue." Kata Zaidan lagi. Saya mendorong badannya menjauhi dinding, "Jangaaan.." bisik saya pelan. Saya pun masih terbengong walau tak jelas juga suara si dinding.
Tiba-tiba ayah Zaidan masuk kamar. "Ayaah..takut. Itu a**h ib*nya lagi berantem.." Kata Zaidan lagi sambil menunjuk ke dinding. "Nggak, itu suara tivi.." Kata si ayah. "Ooh..." Zaidan terdengar lega. Kami pun segera keluar kamar.
(Ilustrasi dari sini)
Saya hanya bisa mendoakan mereka akan baik-baik saja dan tak ada lagi dinding yang bicara. They're good neighbour to me. Biasa lah, tiap rumah tangga ada naik turunnya.
Dan ini seperti mengingatkan saya, bisa jadi saat saya dan ayahnya anak-anak sedang bermasalah dinding rumah kami bicara pada rumah sebelah. Bisa jadi saat anak-anak berbuat keributan, banting pintu dan lempar mainan, dinding rumah kami bicara pada rumah sebelah. Yang tentunya mengganggu mereka yang tinggal di kanan kirimu.
Namun saya percaya mereka yang tinggal di kanan kiri depan dan belakang kita adalah saudara terdekat. Berbuat baiklah pada mereka seperti mereka berbuat baik pada kita. Wallahua'lam.
Di luar hujan gerimis, maka saya matikan AC biar udara tak terlalu dingin. Dan saat itulah saya mendengar 'dinding kamar kami bicara'. Lama-lama suaranya makin terdengar keras, apalagi di suasana sepi ini. Biasanya, karena keributan anak-anak atau karena suara AC, suara-suara dari rumah sebelah kanan atau kiri jarang terdengar. Apalagi ini kan perumahan komplek, yang saya pikir tiap rumah punya lapisan dinding masing-masing jadi lebih terjaga privasinya.
Zaidan yang jika sedang main tak akan menggubris suara uminya, pun jadi terdiam. Lalu memandang saya. "Umi, itu suara apa? Takuuut.." Dia menempelkan telinganya ke dinding. "Ih, nggak sopan. Ngomongnya elu gue." Kata Zaidan lagi. Saya mendorong badannya menjauhi dinding, "Jangaaan.." bisik saya pelan. Saya pun masih terbengong walau tak jelas juga suara si dinding.
Tiba-tiba ayah Zaidan masuk kamar. "Ayaah..takut. Itu a**h ib*nya lagi berantem.." Kata Zaidan lagi sambil menunjuk ke dinding. "Nggak, itu suara tivi.." Kata si ayah. "Ooh..." Zaidan terdengar lega. Kami pun segera keluar kamar.
(Ilustrasi dari sini)
Saya hanya bisa mendoakan mereka akan baik-baik saja dan tak ada lagi dinding yang bicara. They're good neighbour to me. Biasa lah, tiap rumah tangga ada naik turunnya.
Dan ini seperti mengingatkan saya, bisa jadi saat saya dan ayahnya anak-anak sedang bermasalah dinding rumah kami bicara pada rumah sebelah. Bisa jadi saat anak-anak berbuat keributan, banting pintu dan lempar mainan, dinding rumah kami bicara pada rumah sebelah. Yang tentunya mengganggu mereka yang tinggal di kanan kirimu.
Namun saya percaya mereka yang tinggal di kanan kiri depan dan belakang kita adalah saudara terdekat. Berbuat baiklah pada mereka seperti mereka berbuat baik pada kita. Wallahua'lam.
semoga dinding berbicara jangan sering2 yang bikin anak jd takut ya, Mbak :)
ReplyDeleteAamiiin...:)
Delete