Pengalaman Mudik Ke Kota Kuda

Tahukah saudara pembaca kota apa yang disebut dengan kota kuda? Ya, kota kuda adalah julukan bagi Kota Kuningan. Sebuah kota kecil di Jawa Barat yang hanya berjarak kurang lebih satu jam perjalanan dari Kota Cirebon. Kuda juga menjadi lambang kota ini. Konon, lambang kuda diambil dari kuda semberanu milik Dipati Ewangga, seorang panglima perang Kuningan.

(Sumber gambar www.panoramio.com)

Dari Jakarta ke Kuningan, bisa ditempuh dengan bis, kereta api, travel, bahkan (mungkin) pesawat. Yang terakhir saya sebut, belum pernah saya lakukan. Saya sebut demikian karena ada bandara kecil di Cirebon bernama Bandara Penggung. Entah apakah sudah dioperasikan untuk umum atau untuk pesawat khusus saja.

Saya sendiri, sudah dua tahun ini menggunakan kereta api jika mudik ke Kuningan. Dari stasiun Gambir menuju stasiun Cirebon memakan waktu 3 jam. Dilanjutkan ke Kuningan memakai kendaraan umum/pribadi selama 1 jam. Sebelumnya, saya pernah menggunakan bis dan travel Jakarta-Kuningan. Perjalanan yang ditempuh lebih lama yaitu 7 jam-an.

Desa Cilowa

Saya tiba di desa ini di 10 terakhir Ramadhan. Satu kesempatan yang banyak untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga dan saudara. Biasanya, saya mudik sekitar 3 hari menjelang Idul Fitri. Alhamdulillah, suami ambil cuti cukup banyak sehingga bisa terhindar dari hiruk pikik mudik yang lebih dahsyat.

Saya lahir dan besar di desa ini. Walau begitu, setiap mudik saya selalu menggigil kedinginan karena udara yang dingin dan air tanah yang sedingin air es. Tidak heran, karena desa ini ada di kaki Gunung Ciremai. Dari depan rumah, saya bisa melihat sang gunung berdiri gagah. Warnanya biru lembut saat cuaca cerah.

Mata pencaharian penduduk desa ini adalah petani, pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), tukang ojek, karyawan industri kecil, dan yang lainnya.

(View Gunung Ciremai dari depan rumah masa kecil :))

Tradisi Saling Kirim Hadiah Menjelang Idul Fithri

Saling kirim hadiah menjelang lebaran sudah menjadi satu kebiasaan di masyarakat kita. Termasuk di desa saya. Biasanya hadiah dikirim dari saudara ke saudara, dari yang muda ke yang lebih tua, dari organisasi ke para pengurusnya, dan sebagainya. Bukan bermaksud menyombongkan diri, bapak saya sebagai pengurus mesjid desa pun menerima beberapa hadiah dari beberapa organisasi di desa. Biasanya, hadiah berupa sarung, sajadah, peci atau yang lainnya.

Saya menganggap tradisi ini baik karena bisa mempererat silaturahim. Apalagi, saya sudah jarang berinteraksi dengan orang-orang di kampung halaman karena sekarang berdomisili di Tangerang. Walau tentu saja, hubungan baik tak bisa selamanya dikuatkan dengan materi.

Ada satu pengalaman menyentuh tentang tradisi ini. Begitu mendengar saya tiba, seorang saudara (adiknya kakek) langsung datang ke rumah membawa pisang. Saya sendiri tak sempat menemuinya karena sedang keluar rumah. Sempat GR karena merasa diri ini istimewa. Namun akhirnya saya menyadari ini karena peran bapak dan ibu saya yang lebih sering wara-wiri di desa dan berinteraksi dengan saudara di kampung.

Air PAM di Desa, Oh Noooo...

Dari dulu saya mengira desa saya ini kaya dengan air tanah. Waktu kecil, saya suka ikut kakak sepupu mencuci baju di sebuah kolam dan pancuran umum yang airnya mengalir dari sungai-sungai kecil di desa. Airnya jernih dan segar. Orang-orang desa (terutama perempuan) bertemu di sini sambil mengobrol segala macam.

Sekarang, dengan hanya membayar beberapa puluh ribu saja air sudah bisa mengalir ke rumah lewat pipa-pipa PDAM. Sudah ada kurang lebih 100 keluarga yang berlangganan. Mungkin lebih murah jika harus menggali tanah dan memasang mesin penyedot air.

Mmm..jadi berpikir. Apakah desaku sudah kekurangan air bersih? Atau kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan air? Ini menjadi PR bagi kita semua.

Bersambung....


Comments

  1. kuningan tempat asalnya kakek saya mbak (bapaknya bapak). kl ga salah desa bandorasa kulon. dekat apa jauh dr tpt mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedang lah mak...:) Kalo ke Kuningan mampir ya mak ke tempat saya..

      Delete
  2. Teman dekat saya waktu kuliah ada yang dari Kuningan lho mak :) tapi saya belum pernah nih main ke sana. Wah, mak mudiknya lama ya, dari 10 hari terakhir Ramadhan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak. Alhamdulillah suami ambit cuti banyak. Kalo ke Kuningan mampir mak:)

      Delete
  3. salam ukhuwah teteh...
    aku juga orang cilowa yang sedang merantau di kota pak jokowi,,,
    rumahku di cilowa kaler,
    ayahku suka jual obat herbal ke ayah teteh ,,hehehe

    ReplyDelete
  4. salam ukhuwah teh,
    aku juga orang cilowa, dari cilowa kaler,,,

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Bermain Kartu UNO

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Berendam Air Panas di Grage Hotel & Spa Kuningan