A Place To Remember: Warung Mamih

Jika kamu melakukan perjalanan dari Cirebon ke Kuningan (jawa barat), Sebelum mencapai pusat kota Kuningan kamu akan melewati sebuah belokan di sebelah kiri jalan raya menuju arah Desa Cilowa. Saya suka menyebutnya pengkolan Desa Cilowa (Pengkolan=belokan, mengkol=belok). Ada tugu bertuliskan Desa Cilowa di pengkolan itu. Di sebelah kanan pengkolan ada sebuah warung makanan kecil dan kios cukur. Di sebelah kiri ada saung yang menaungi motor-motor milik para tukang ojek.

Masuklah ke pengkolan itu, jalan terus kira-kira 1 kilometer. Selama perjalanan kamu akan menemukan rumah-rumah penduduk berdinding batu bata dilapis semen dan dicat warna-warni, menandakan desa itu taraf hidup penduduknya cukup baik. Kamu juga akan menemukan hamparan sawah kehijauan yang diiringi hembusan angin segar. Sebelum mencapai batas desa Cilowa dengan desa lain, kamu akan menemukan sebuah warung di kiri jalan.

(Zaidan dan Raissa di depan Warung Mamih)

Warung yang menyatu dengan rumah tempat tinggal, menempati ruang paling depan sehingga setiap orang yang lewat dapat mencapainya dengan mudah. Ada sebuah drum minyak tanah yang sekarang tak pernah dipakai di depan warung (Orang sekarang banyak membeli gas daripada minyak tanah). Begitu masuk teras warung, ada banyak karung pupuk tergeletak, gas besar dan kecil serta botol dan kardus air mineral. Di sebelah kanan ada 2 bangku plastik dan satu kursi tempat pemilik warung atau tamu yang tak mau masuk ruang tamu untuk duduk bersantai. Begitu masuk ke dalam warung berlantai keramik putih itu, kamu akan menemukan berbagai macam barang kebutuhan hidup seperti layaknya yang ada di warung kelontong, seperti beras, tepung, minyak, sabun, kue, dan lain-lain.

(Raissa di depan Warung Mamih)

Warung itu adalah warung mamih, warung ibuku. Cucu-cucunya sering memanggil ibu saya dengan sebutan mamih. Saya sendiri memanggilnya amih. Panggilan khas orang sunda untuk ibunya. Kenapa warung mamih adalah salah satu tempat yang pantas dikenang, karena memang banyak kenangan di dalamnya.

Warung mamih dibangun dari nol, dari mulai yang dijual cuma beras, tepung dan minyak (menurut cerita amih dan bapa). Dan kini sudah banyak barang yang dijual. Ini mengingatkan saya akan perjuangan orangtua dalam membangun ekonomi keluarga. Sebuah pelajaran berharga tentang perjuangan dan kesabaran.

Warung mamih telah membantu ekonomi keluarga sehingga keempat anak amih dan bapak (sebenarnya lima, anak pertama amih dan Bapa meninggal waktu kecil) bisa sekolah sampai sarjana. Tiga dari empat anak amih dan bapa sekolah di universitas swasta yang tentunya membutuhkan biaya besar. Penghasilan bapa yang seorang guru dan kepala sekolah madrasah tentunya cukup-cukup saja sepengetahuanku. Tapi..adanya warung mamih tentu sangat membantu, terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Ini mengajarkanku bagaimana seorang istri saling tolong menolong bersama suami membangun keluarga. Dan itulah inti sebuah pernikahan Islam, saling tolong menolong dalam kebaikan.

Warung mamih adalah salah satu tempat saya menghabiskan masa kecil. Saya ingat, pagi-pagi amih menyuapi empat anaknya sambil melayani pembeli di warung. Saya ingat, saya menunggu amih melayani pembeli di sebuah bangku plastik kecil sambil makan kacang. Para pembeli yang kebanyakan tetangga dan orang lewat menyapa saya (dan adik saya yang juga belum masuk usia sekolah). Saat itu bulan Ramadhan dan mereka berkata, "Loh..kok nggak puasa ya". Saya dengan asyiknya terus makan kacang. Eh ngomong-ngomong tentang kacang, ternyata saya suka makan kacang sejak kecil ya. Sampai sekarang juga suka banget, kacang merah, kacang asin, kacang polong, kacang mede, kacang tanah, semuanya suka. Baru sadar. Waktu gadis malah dilarang keras makan kacang sama amih karena muka saya jadi jerawatan hihi..Kacang itu mengandung antioksidan kalau tidak salah. Makanya saya sepertinya kalau sakit bisa tahan tuh menahan rasa kesakitan. Eh..tapi ada hubungannya tidak ya?

(Hasil jepretan kakak Zaidan, bagian dalam Warung Mamih)

Di warung mamih, saya belajar menghadapi orang dengan banyak karakter. Saya suka dimintai amih bantuan menjaga warung saat beliau hendak ke kamar kecil, memasak atau tidur siang sebentar. Saya harus menghadapi pembeli yang rewel minta beras atau gula yang dibelinya ditambah sedikit, atau pembeli yang hanya ingin dilayani oleh amih. Saya belajar menata hati. Bagaimana amih menghadapi ini setiap hari ya? Apalagi kalau di desa itu banyak juga yang berhutang daripada yang bayar. Aduh, mudah-mudahan Allah SWT senantiasa mencukupkan rejeki amih dan bapa.

Di warung mamih, saya belajar ekonomi. Saya suka diajak berbelanja ke pasar, membeli barang kebutuhan warung. Saya suka menonton saat belanjaan diturunkan dari mobil pedesaan berwarna kuning. Saya suka membantu amih menata barang di warung, terutama kue-kue, keripik dan permen hihi... Saya suka menerima uang pembeli, memasukkannya ke kotak uang dan memberikan kembaliannya pada pembeli. Bahkan saya pernah punya cita-cita jadi pedagang yang punya ruko megah. Sambil melihat sebuah ruko yang menjulang tinggi di pasar, saya bilang pada amih, "Nanti kalau sudah besar, aku mau punya ruko seperti itu.." Sekarang, saya ragu saya memiliki bakat berdagang seperti amih :(.

(Raissa dan Mamih di depan Warung)

Warung mamih adalah tempat saya, kakak dan adik 'menjarah' kue-kue dan permen hihi.. Anak mana sih yang tak suka kue manis, keripik dan permen? Pasti semua anak suka. Satu demi satu kue dan permen diambil, tentu saja setelah minta ijin sama amih. Tapi minta ijinnya sambil ambil kue atau permennya hihi..

Begitulah, Warung Mamih adalah tempat yang patut dikenang, a place to remember. Saya sudah bersuami sekarang, yang tentunya turut kemanapun suami pergi dan tak bisa sesuka hati menengok amih dan bapa serta warungnya. Jadi, mengenangnya dengan kenangan yang indah cukup mengobati rindu.

Mengutip ucapan seorang tokoh berprofesi pembantu dalam serial Devius Maids yang berbicara pada anaknya dalam serial itu:

"Apa yang menjadi pengorbananku bukan urusanmu. Yang penting kau tumbuh dan bahagia.."

Mungkin itu juga yang ingin dikatakan amih dan bapa saya lewat semua upayanya membangun keluarga. Bapa dengan aktivitasnya di luar rumah, amih dengan aktivitasnya mengurus keluarga dan warung mamih.

Ya ya ya, mengenang warung mamih membuatku sadar. Ternyata, masa kecilku menyenangkan! :)

Tulisan dibuat untuk Giveaway A Place To Remember by Nurul Noe


Comments

  1. Waah.. Kursi jadulnyaa, aku dulu punya kursi kaya gitu. Faforit bgt sampe tali gepeng warna warni itu pada kendor dan akhirnya putus buat maina. Wkwkwk

    Makasih yaa udah ikutan, kucataaatt

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak udah jadul belum putus terakhir saya datang hehe

      Delete
  2. hahaha,duh jadi inget..dulu ibuku juga punya toko kecil,kalo mbantu jualan sering tuh ambil krupuk hahaha

    ReplyDelete
  3. eiisssss :D mantep dah... :D
    iya, jadi keingetan masa lalu kalau baca cerita-cerita nostalgia kayak gini :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apa nya yang mantap nih? *clingak clingak
      Iya nih saya juga lagi nostalgia:)

      Delete
  4. Wah...warungnya rapih dan kelihatannya lengkap ya mak. Sukses ngontes ya maaak:)

    ReplyDelete
  5. saya pengeeen punya warung/toko seperti itu...

    ReplyDelete
  6. Wah... mamihnya punya warung. Cita-cita saya sejak kecil yang gak kesampaian. Hehehehe... ga ada garis dagang kali ya di keluarga saya. Mak punya warung juga? Harusnya punya deh, kan udah belajar ekonomi di warung mamih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe..belum mak..waduh gatau deh mak ada bakat atau ngga:)

      Delete
  7. aiih urang kuning geuning emak teh... saya cirebon tp berbatasan sm kuningan sekaligus majalengka mak.. aslinya lahir dan tumbuh di sana, sekarang sih di jakarta..
    tapi sy abru denger cilowa niih... padahal lumayan sering ke kuningan buat ngadem hihihi
    salam kenal mak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak saya juga tinggal di Bintaro jarang pulang juga sekarang..Salam Kenal juga mak..:)

      Delete
  8. Kursinya lucu... inget jaman kecil dulu.. :)

    ReplyDelete
  9. Warungnya cukup besar dan lengkap ya mak, enak kayanya mau ini itu tinggal ambil :p hihi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enak mak..tinggal mamih yg pusing dagangannya diambilin mulu..

      Delete
  10. Dulu waktu kecil saya juga suka menjarah warung 'budhe', dia itu tetangga yg hanya punya satu anak laki2, makanya saya sering diasuhnya. Segala jajanan pasti dikasih klo saya minta. Masih teringat hingga kini, saya paling suka minta abon curah buat makan hihihi...

    Terima kasih sudah meramaikan GA A Place to Remember :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mak Uniek udah mampir dan menjadikan salah satu pemenang:)

      Delete
  11. selamat ya mbak sudah menang, sukses teruss :)

    ReplyDelete
  12. kursinya epik bgt ituhhh.. jadi kangen masa kecil, kangen disuruh ke warung

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Bermain Kartu UNO

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Berendam Air Panas di Grage Hotel & Spa Kuningan