Mencapai #BahagiaDIRumah Setelah Resign
Orang yang baru pertamakali bertemu saya pasti menyangka
bahwa saya pendiam. Mm, gak salah sih. Memang seringkali begitu, terutama jika
saya merasa sungkan, takut menyinggung atau bingung mau bicara tentang topik
apa. Tapi, kalau sudah beberapa kali bertemu, biasanya kesan pendiam tidak
terlalu kentara. Saya akan berusaha ngobrol apa saja. Walau saya tak menyanggah
bahwa saya punya karakter pendiam, tapi sebenarnya saya orangnya tak bisa diam,
Eh. Maksudnya, saya senang melakukan sesuatu.
Ketika resign dari mengajar tahun 2011, tak terpikirkan saya
akan merasa bosan di rumah. Justru saya excited.
Yes, anak kedua lahir begitu saya resign,
saya akan sibuk dengan berbagai hal. Saya memang sibuk. Dari pagi sampai tidur
saya sibuk, rasanya tak ada waktu sedikit pun bahkan untuk bernafas sekalipun.
Mengerjakan pekerjaan rumah tangga, menyiapkan anak sekolah dan suami yang akan
pergi bekerja, menyusui, mencuci, menyapu, mengepel, menyusui lagi, memasak,
mengantar anak untuk ngaji, menyusui lagi, dan seterusnya.
Awalnya saya baik-baik saja. Orang lain juga ada yang bisa
melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendiri, masa saya nggak bisa, begitu
pikir saya. Saya senang banget bisa kembali jadi orang rumahan. Orang rumahan
versi saya adalah orang yang sehari-harinya banyak beraktivitas di rumah. Saya
senang bisa mengurus anak dengan tangan sendiri. Saya senang bisa mengatur
keuangan sendiri, tanpa khawatir asisten rumah tangga memakai gas kompor
terlalu besar atau menggoreng dengan minyak terlalu banyak.
Namun, namanya juga hidup, selalu saja ada ujiannya. Saya
mulai merasa jenuh, lelah, kecewa, tak adil dan perasaan negatif lainnya
termasuk merasa…tidak bahagia! Pada satu dan beberapa titik, saya berkata dalam
hati, “Oke, ini harus berhenti, tidak bisa terus begini. Kalau terus-terusan
begini, saya bisa jadi mayat hidup atau robot yang hanya bisa melakukan
rutinitas tanpa perasaan”. Saya mulai mencari-cari apa yang terjadi, apa yang
salah, apa yang harus saya lakukan, melalui obrolan dengan teman, googling di
internet, dan sebagainya.
“Kebahagiaan itu tidak bisa datang dengan sendirinya, ia harus diusahakan. Kebahagiaan juga tentang pilihan. Jika saya memilih untuk bahagia, ya berbahagialah dengan apapun kondisi saya.”
Itu kira-kira yang bisa saya simpulkan dari pencarian saya.
Saya pun mulai melakukan berbagai hal untuk mencapai #BahagiadiRumah Setelah
saya memutuskan resign.
1. Melakukan hal yang
menyenangkan di rumah
Banyak hal menyenangkan yang bisa dilakukan di rumah, bagi
saya menulis salah satunya. Dulu saat SMA, saya punya buku diary untuk
mencurahkan perasaan saya. Sekarang, saya mencurahkan perasaan dan ide melalui
tulisan di blog. Memang harus dipilih-pilih, mana yang harus dipublish atau
tidak, karena tulisan di blog akan dibaca orang seisi dunia. Saya juga pernah
melakukan kesalahan dengan menyinggung seseorang di blog. Setelah ditegur, saya
pun ‘menurunkan’ tulisan tersebut. Saya menyesal tidak mampu menahan emosi,
namun saya juga lega dia tahu apa yang saya rasakan. Mudah-mudahan saya semakin
berhati-hati dalam menulis di blog.
Ada tips untuk menjadikan menulis sebagai hal yang
menyenangkan bahkan terapi jiwa. Tulislah apa yang menjadi keresahan hatimu
(sedih, marah, kecewa) di mana saja, bisa di aplikasi note di smartphone,
kertas atau komputer. Biarkan selama beberapa hari lalu lihat kembali tulisan
tersebut. Saya seringkali merasa ‘buruk’, kasar, bahkan menertawakan diri
sendiri setelah melihat tulisan tersebut. Lalu saya bisa melakukan satu dari 3
hal berikut:
- Membuang kertas atau menghapus tulisan tersebut seiring dengan semakin membaiknya perasaan.
- Menjadikan tulisan tersebut sebagai ide menulis cerita yang bisa dikirimkan ke media cetak. Siapa tahu jadi rejeki. Tulisan yang berawal dari pengalaman biasanya lebih memiliki ‘jiwa’. Saya pun pernah melakukannya dan pernah dimuat juga. Ini satu hal yang membahagiakan, bukan? Mungkin istilahnya “derita membawa bahagia” hehe.
- Menjadikan tulisan tersebut sebagai tulisan yang lebih bermanfaat. Misalnya, kita bisa membuat tulisan di blog dengan kasus yang sama yang pernah kita alami, namun tokohnya orang lain atau tak perlu menyebutkan tokohnya jika kita merasa malu. Kita bisa menceritakan solusi dan hikmah dari kasus yang pernah kita alami. Manfaatnya jadi berlipat, hati kita bahagia beban sudah dilepaskan lewat tulisan, orang lain pun bisa mengambil manfaat dan pelajaran dari tulisan kita. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari perbuatan memberi, dalam hal ini memberi inspirasi buat orang lain.
2. Mengingat hal-hal yang membuat saya bersyukur dan pantas
berbahagia
Saya bersyukur suami tak mengharuskan saya bekerja dan
mencukupi kebutuhan kami sekeluarga. Ada teman dekat saya yang harus kembali
bekerja dan menitipkan anak-anaknya pada mertua karena suaminya di-PHK. Maka, nikmat
Tuhan yang mana yang pantas saya dustakan?
fabiayyi aalaa irabbikuma tukadzibaan |
Saya bersyukur bisa merawat anak sendiri dan melihat proses
tumbuh kembang mereka setiap hari. Ini adalah pilihan yang saya ambil, kenapa
saya harus tak bahagia?
Beribadah dalam agama saya itu mudah. Menyusui, mendidik
anak, mengurus rumah, menjaga harta suami dengan cara mengatur keuangan dengan
baik, dan sebagainya, akan dinilai pahala jika saya niatkan untuk ibadah. Ini
adalah salah satu yang saya ingat agar saya bahagia sebagai ibu rumah tangga
yang lebih banyak beraktivitas di rumah.
3. Menghadirkan surga dunia di rumah
Surga itu selalu menggambarkan hal yang indah, tenang, membahagiakan.
Agar penghuni rumah selalu tenang, saya membiasakan diri, juga Za dan Ra, untuk
membaca Alquran setelah Magrib. Allah SWT sudah menjanjikan Alquran sebagai
obat buat hati yang gelisah.
Rumah yang bersih dan rapi merupakan surga dunia bagi saya,
karena saya memang suka yang teratur dan rapi. Tapi karena saya punya anak yang
masih senang bermain, surga dunia saya tak bisa selalu terwujud. Oke, dari pagi
sampai sore mainan boleh berantakan di semua penjuru rumah. Namun menjelang
Magrib biasanya saya minta anak-anak membereskan semua mainan ke tempatnya.
Untungnya, Za dan Ra sudah bisa diajak kerjasama membereskan mainan mereka
sendiri. Apalagi Ra, anak perempuan 4,5 tahun ini sangat bisa diandalkan untuk
membantu membereskan mainan. Rasanya, lega banget jika mainan sudah tertata di
tempatnya dan lantai sudah bersih dari sampah.
Ini nih salah satu makanan yang bikin bahagia, cireng hihi! Gimana nggak bahagia, bikin kenyang dan murah meriah. |
Kalau di surga, makanan apapun ada. Kalau di rumah saya,
makan daging pun jarang soalnya mahal. Namun saya selalu mengupayakan Za dan Ra
cukup makan, selalu ada cemilan walaupun yang murah meriah. Dua malaikat kecil
saya ini, makan apapun kalau bareng-bareng pasti akan bilang begini dengan
senyum lebar mereka, “kayak pesta ya…”.
Itulah 3 hal yang terus menerus saya usahakan untuk mencapai
#BahagiadiRumah setelah resign. Rumah saya memang bukan surga dan jauh dari
sempurna. Sebagian atap rumah bocor dan rusak dimana air bebas masuk ke dalam
rumah saat hujan datang. Tapi, kebahagiaan itu bisa dirasakan bukan saja dari
bentuk fisik, tapi juga dengan siapa saya menghabiskan waktu.
Rumah saya memang bukan surga. Rumah tangga saya juga tidak selalu adem
ayem, namun saya sekeluarga berusaha terus untuk mewujudkan keluarga yang harmonis.
Di rumah ini, kami semua berbuat salah dan belajar saling memaafkan. Di rumah
ini kita bersenang-senang dan berpelukan. Di rumah ini juga kita belajar sabar
dan saling mencintai.
It take hands to build a house
But only hearts can build a home
(anonym)
Tulisan diikutsertakana dalam BLOG COMPETITION
#BahagiadiRumah NOVAVERSARY
Bagaimanapun emang rumah adalah tempat kembali yang paling nyaman dan bikin bahagia. Tapi, saya belum berani resign dari kerjaan sekarang nih..
ReplyDeleteKalo anak aman, jangan resign mba *ngomporin
Deletebutuh waktu yang lama gak sih kak untuk dapat beradaptasi dengan keadaan dan keh=giatan yang baru?
ReplyDeletekarena paska resign tentu banyak hal yang berbeda dari sebelumnya
Tergantung kondisi masing2 mba, waktu itu begitu resign anak ke2 lahir jd saya langsung sibuk sm anak
Deletepenutupnya cireng...luar biasa deh..
ReplyDelete...tulisannya bagus bgt..good luck ya
Qiqiqi :D
DeleteResep cirengnya ada mbak..? #gagal fokus mbak..
ReplyDeleteCirengnya,menggoda #gagalfokus
ReplyDeleteMenjadi diri sendiri, itu #bahagiadirumah versiku
Ahaii....
baru dengar nama makanan namanya cireng..
ReplyDeletebtw saya belum berani resign Mba Kania, entahlah, rasanya saya belum siap :(
Asik..sore2 bisa makan cireng...hehehe :)
ReplyDeleteMenghadirkan surga di rumah. Itu PR-nya.
ReplyDeleteThanks sharingnya Mbak. Aku juga meski bukan IRT, tapi kerja dari rumah juga. Ngantornya fleksibel :).
saya resign pas hamil anak pertama, dan tiap hari ga pernah kurang kerjaan..klo diturutin adaa aja yg hrs dikerjakan :)
ReplyDeleteSaya masih belum nemu potensi diri jd masih kerja demi menambah ilmu dulu hehehe tp cita2 pgn kerja fleksibel dirumah semoga tercapai aamiin TFS mba ^^
ReplyDeleteTips untuk mengolah kisah buruk dari diary sip deh mbak. bisa difiksikan ya mbak
ReplyDeleteSaya salut pada mbak Kania karena selalu posting lomba jauh-jauh hari dari tanggal DL, tidak takut dicontek *kalau rejeki nggak kemana ya mbak :)
ReplyDeleteSaya sering ikutan GA dari informasi blognya mbak Kania, meskipun nggak semua saya ikuti juga. Semoga yang ini menang lagi ya mbak, aamiin :)
Saya juga suka beraktivitas di rumah mbak, tetapi lingkungan rasanya tidak mendukung. Aku dianggap pengangguran. Jadi galau nih .,
ReplyDeleteCirengnya aku suka mba hihii..
ReplyDeleteAku juga ikutan ini mba, goodluck yah mba..
Tapi setelah resign aku pun mencapai bahagia mba, rasanya seneng banget ^^
Cabenya aduhai bener itu, merah-merah namfol. Hhehehe...
ReplyDeleteKalau saya sempat galau mba, ketika mau resign :)