Jumpalitan Mencari Sang Pangeran

Judul: Jumpalitan Mencari Sang Pangeran
Penulis: Shelina Zahra Janmohamed
Penerbit: Mizan
Tahun: 2010
Tebal: 465 halaman
ISBN: 978-979-433-576-5

Menikah. Ah, siapa yang tak menginginkannya. Semua hal tentangnya serba indah dalam bayangan, memiliki pasangan tempat berbagi, memiliki anak yang soleh dan solehah, dan yang paling utama adalah ibadah, menggenapkan agama.

Begitu juga halnya dengan Shelina. Sebagai muslimah, ia ingin menerapkan idealisme Islam dalam pernikahan. Sebagai gadis yang lahir dan besar di London yang budaya medianya memiliki pandangan sendiri tentang cinta, ia juga ingin merasakan cinta romantis saat bertemu 'pangeran' impiannya. Sebagai keturunan Asia, ia bisa menerima metode perjodohan tradisional yang sudah turun temurun dilakukan keluarga besarnya.

Maka, dimulailah perjalanan Shelina untuk mencari 'pangeran'nya. Ada Ali, seorang akuntan yang baik,  kemudian Samir, wirausahawan yang membenci buku, lalu Ahmed, akuntan yang bersikap ketus, Syed yang terlambat datang karena mendahulukan nonton cricket daripada pertemuan mereka, Khalil yang tak mau menikahi wanita setinggi 160 cm tapi tetap memaksanya bertemu, Mobeen yang membuat lelucon untuk membuatnya terkesan, Karim yang tampan tapi seolah tak berminat padanya, Hasan yang tidak menyukai gadis berjilbab, Sulaiman yang memiliki perusahaan tur dan unta serta kuda yang banyak, penjaga toko yang ingin menjadikannya istri, Habib yang memdalami sufi, Tayyab yang jauh-jauh datang dari Amerika dan banyak mengeluh ketika datang ke London, dan seterusnya.

Alih-alih putus asa karena belum mendapat jodoh, Shelina berusaha tersenyum dan melakukan banyak hal yang disukainya seperti melancong ke luar negeri dan naik gunung. Hal yang jelas-jelas tabu menurut tradisi keluarganya untuk seorang gadis naik gunung. Namun Shelina bersikeras dan berkata, "Tapi Tuhan mengatakan bahwa sebaiknya kita menjelajahi bumi dan melihat ciptaan-Nya. Bahkan Dia menyebutkan beberapa kali dalam Al Quran bahwa seharusnya kita menjelajahi bumi-Nya yang Dia ciptakan untuk kita." (halaman 249).

Terjepit antara tradisi keluarga besar dan Islam yang ia pahami, serta seiring usia yang terus bertambah sementara kandidat yang ditawarkan keluarga besar semakin berkurang, akankah Shelina akhirnya menemukan pasangan hidupnya?

***

Masih ingat sinetron Siti Nurbaya? Sinetron yang menceritakan tentang perjodohan gadis muda dengan lelaki yang jauh lebih tua ini dulu sangat terkenal. Saya yang masih bau ingus saja tak mau terlewat satu pun tayangannya karena semua anggota keluarga dan saudara nonton rame-rame. Namun perjodohan Siti Nurbaya dianggap negatif karena dipaksakan orangtua. Diluar pembahasan Siti Nurbaya, perjodohan tak selalu negatif. Jika masalahnya adalah tak adanya cinta, dalam buku ini dikatakan bahwa cinta, mawaddah, hanya diperuntukkan bagi mereka yang terikat dalam sebuah hubungan dan merupakan hadiah istimewa untuk mereka yang membuat komitmen tersebut (halaman 119). Allah juga dalam Al Quran sudah berjanji untuk melimpahkan kasih dan sayang pada pasangan suami  istri.

Perjodohan adalah hal yang alami dan ada di semua budaya. Pada budaya keluarga Shelina, yang berperan banyak sebagai mak comblang adalah para bibi dan calon ibu mertua. Keluarga lelaki akan datang ke rumah keluarga perempuan sebagai permulaan. Tapi keluarga perempuan tak boleh memutuskan terlebih dahulu, apakah proses perjodohan berlanjut atau tidak, karena dianggap tak pantas. Padahal ada contoh nyata dari Siti Khadijah yang mengajukan lebih dulu proposal pernikahan kepada Rasulullah SAW, tentu saja dengan cara yang santun dan melalui perantara. Ada aturan tak tertulis pada beberapa budaya bahwa minat pertama yang diperlihatkan harus datang dari pihak laki-laki. Shelina berusaha mendobrak batasan tradisi dengan pemahan Islam yang ia yakini. Ketika ada lelaki shalih yang ia anggap dapat menjadi partner dalam menjalankan agama dan mengarungi hidup, ia tak mau hanya menunggu dan menyatakan rasa suka terlebih dahulu. Tapi apa tanggapan lelaki itu? Apakah dia menerima dengan ikhlas? Atau malah menjadi tidak suka dengan keterusterangan Shelina? Kisah selengkapnya dipaparkan dalam buku ini.

Kisah nyata ini ditulis dengan sudut pandang orang pertama seolah penulis ingin pembaca turut serta merasakan apa yang dirasakan penulis. Oleh karena itu penuturannya mengalir, mungkin karena pengalaman penulis sendiri. Sembari mengikuti perjalanan Shelina, pembaca disuguhi sejarah tentang awal mula nenek moyang Shelina berada di Inggris. Pembaca juga diajak memahami Islam lewat penuturannya tentang hikmah shalat, haji, dan ibadah lain yang dilakukannya. Ada kutipan-kutipan dari Al Qur'an yang mempertegas pembahasan isi buku. Dan yang lebih asyik, pembaca akan 'disuguhi' samosa dan roti kulcha yang membuat pembaca bisa menebak kira-kira darimana penulis berasal.

Jika ada kekurangan dari buku ini mungkin hanya satu, yaitu kekurangannya sulit dicari. Saya hanya menikmati jalanan London dan masjid yang ada di sana. Kagum rasanya melihat gadis muda, cerdas, cantik, bisa bertahan dengan jilbab dan idealisme Islamnya  di tengah keglamouran  London. Berbaur tanpa menjadi lebur. Kita seharusnya seperti itu juga kan?

Comments

  1. sepertinya bukunya menarik mbak.. kisah nyata ya ini?wow...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba kisah nyata. Lumayan menarik, walau minoritas trnyata ada muslimah yg mempertahankan idealismeislam seperti jilbab

      Delete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Bermain Kartu UNO

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Berendam Air Panas di Grage Hotel & Spa Kuningan