Satu Hari, Dua Tragedi

Dua hari yang lalu,

Siang itu panas sekali. Matahari bersinar terik. Zaidan baru saja pulang diantar jemputan sekolah. Saya angkat baju dari jemuran. Sebagian yang masih basah saya biarkan. Saya sapu halaman depan. Debunya terlihat beterbangan. Lalu saya siram halaman dengan air biar suasana sedikit adem. Air yang masih menggenang, saya 'seret' dengan sapu lidi keluar pagar. Zaidan dan Raissa yang duduk-duduk dekat pintu terkagum-kagum melihat banyaknya air yang 'tumpah' di halaman. Tumben mereka tidak ikut menciprat-cipratkan air, pikir saya. 
 
Ketika itulah seseorang menghampiri saya. "Bu, saya boleh nggak numpang masak? Gas saya habis" Karena takut salah dengar, saya bertanya lagi apa keperluannya. "Saya boleh numpang masak? Gas saya habis" Tanyanya lagi dengan suara bergetar. Oh, ternyata saya tak salah dengar. "Oh ya silahkan.." jawab saya. "Bentar ya, saya ambil dulu beras dan yang lainnya." Katanya. 

Sambil meneruskan pekerjaan, saya berfikir. Mudah-mudahan spontanitas saya tak salah. Masa menolak memberi pertolongan padahal saya sedang lapang. Kalau minta gas saja sih sedang ada. Sedikit ketakutan pasti ada, takut ada yang memanfaatkan kebaikan atau keluguan kita di jalan yang salah. Tapi saya coba tepis. Toh dia cukup tak asing bagi saya. Saya sering menjumpainya dan sekedar menyapa saat dia lalu lalang depan rumah, hendak mengantar anak ke sekolah. Saya juga teringat kata Guskar Suryatmojo dalam bukunya yang berjudul Kita Sangat Akrab Dengan Tuhan. Kira-kira begini katanya, kalau kita niat berinfak ya infak saja tak perlu memikirkan hal lain. 

Dia hanya numpang masak satu macam masakan saja, semur telur dan nasi putih. Itu untuk hidangan bertujuh, lima anak dan orangtua. Sementara saya seringkali masak dua sampai tiga jenis makanan untuk 4 orang di rumah. Kadang terbuang karena makanan yang dihangatkan terus menerus sudah tidak enak meskipun masih layak. "Takut mubazir kalau masak banyak bu" Katanya tanpa saya tanya. Entahlah kalau malu karena sudah numpang pada orang yang akrab saja tidak. 

Saya hanya terus mencoba dan mencoba berprasangka baik. Sambil menunggu masakannya matang, sementara saya juga belum masak, kami mengobrol. Dan dia pun bertanya tentang pengajian yang saya ikuti. Akhirnya saya pun mengajaknya ikut serta, toh tak jauh dari rumah. Alhamdulillah

Sumber gambar dari sini

Pada hari yang sama, saya mengantar Zaidan les FAHIM Qur'an yang berlangsung setiap selesai maghrib. Setelah shalat, saya zikir sebentar. Pada saat itulah ibu di samping saya menoleh ke belakang. Ke arah seorang ibu lain yang sedari tadi shalat sambil duduk di belakang. Dia sedang dikerubungi oleh dua bapak dan beberapa anak kecil yang penasaran. "Kasihan, sepertinya dia mengalami kecelakaan. Tidak bisa berdiri." Katanya. 

Selesai zikir, saya hampiri ibu itu. Dia sepertinya hendak berdiri tapi kesusahan. Saya menyalaminya dan bermaksud membantunya. Matanya sembab. Dia bilang, dia hendak menemui salah satu pengurus mesjid untuk meminta pertolongan buat anaknya yang yatim. Namun di perjalanan dia mengalami kecelakaan sehingga kakinya luka dan sulit bergerak. Lebih parah lagi, pengurus mesjid yang dimaksud sedang pulang kampung. Dia datang seorang diri dengan menaiki motor. 

Ingin rasanya mengantarnya memeriksakan lukanya ke dokter terdekat, bahkan mengantarnya pulang sampai selamat. Tapi apa daya, saya hanyalah seorang ibu dan istri yang terbatas kemampuannya. Saya juga harus mengantar dan menjemput anak yang les. Beruntung sepertinya pengurus mesjid lain tak tinggal diam. Saya pun pamit dan mohon maaf pada si ibu karena tak bisa banyak menolong. 

 *** 

Begitulah. Satu hari, dua tragedi. Bagi IRT seperti saya dan yang lainnya, kehabisan gas tentu sebuah tragedi. Ya kan? Apalagi pas kantong bolong. Apalagi sekarang gasnya naik. Huhu. Disinilah peran tetangga untuk menolong tetangganya. Karena tetangga adalah saudara terdekat. Begitu juga dengan musibah yang menimpa anak atau kecelakaan, juga sebuah tragedi. Tak ada yang mau mengalaminya. Ini adalah ujian dari-Nya. Mereka berdua adalah ibu yang berjuang untuk keluarganya. Yang satu, membuang malu agar lima anaknya bisa makan. Satu lagi, menempuh jarak jauh untuk mendapat segenggam pertolongan.

Pada akhirnya, saya cuma mampu berdoa. Semoga suami ridho atas apa yang saya lakukan dan rejekinya makin dilancarkan. Semoga musibah yang menimpa ibu yang saya temui di mesjid segera berlalu dan Allah berikan dia 'hadiah'. Semoga semua ibu dimampukan untuk beli gas, supaya tetap bisa masak buat keluarganya. Dan..semoga harga gas jangan tinggi-tinggi, bila perlu turun lagi!

Comments

  1. aamiin
    di sini juga sempet susah cari gas udah gitu harga naik juga, #hadeeh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Muudah2an ga naik lagi gas ya mba..bila perlu turun..:D

      Delete
    2. Harga kalau sudah naik biasanya agak susah untuk turun lagi

      Delete
    3. Politik sedang bergeliat sehingga berpengaruh pada banyak sektor terutama ekonomi, wajar bila harga naik karena gampang naiknya dan susah turun. Semoga kita tetap diberi ketabahan dan negeri ini dapat segera bangkit untuk mensejahterakan rakyat terutama blogger newbie macam saya hehe

      Salam sukses dari Pulau DOllar

      Delete
    4. Aamiin..biar naik asal pendapatannaik juga ya pa..

      Delete
  2. bener mba.. bagi ibu gas habis pas sedang tengah-tengah mask bener-bener tragedi. Semoga juga kita tetep diberi kemampuan untuk beli gas ;)

    ReplyDelete
  3. Beberapakali kehabisan gas tapi belum pernah numpang masak, sungkan soalnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya ya mak..tapi dalam keadaan terpaksa orang bisa melakukan apapun

      Delete
  4. Saya pernah sediiih sekali, saat dikomentari, "Masa duit 100ribu aja ngga ada!". Saat itu saya 'absen' dr kumpul di kantin sekolah anak, krn kehabisan gas dan harus stay dirumah. Saat lg bingung, ada yg ngabarin kl absennya saya malah ditanggapi begitu. Hhh, iya deh saya terima. 100ribu bisa jd sangaaat murah sekaligus begituuu berharga buat masing2 ibu rt... :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbaaa...100rb itu besar...mudah2n kita bisa menghargai berapapun rejeki yg didapat..

      Delete
  5. Aamiin.
    Di rumahku, kl gas habis tinggal lari ke warung di ujung gang atau disms jg lngs diantar. Kalo habis pas subuh n warung blm buka, sy bs pakai kompor Ibuku di rmh sebelah. Kompor ibuku nyaris ga prnah dipakai krn kegiatan masak pasti di rumahku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo kompor pake minyak tanah dong mba...di sini malah jarang ada minyak tanah

      Delete
  6. Untung saja, alhamdulillah satu deret saudara semua Mak. Jadi nggak sungkan-sungkan.
    Kemudian soal menolong orang lain, kita sebenarnya bisa ya Mak, tapi ingat juga posisi kita seperti apa, adakah tanggung jawab lainnya yang lebih utama.
    Terima kasih untuk sharingnya Mak.
    Salam kenal dari saya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. asyiknya kalau dekt saudara. saya juga cuma beda blok sih sama kakak kalau ada apa2 minta tolongnya ke beliau

      Delete
  7. Menolong orang itu indah mbak..lebih indah dari lukisan terindah,, heheheh.. Tapi, kadangkala saat mau menolong orang, kita sedang tidak bisa menolong karena suatu alasan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mba..kalau lagi ada ya kita tolong. kalau lagi ngga bisa ya mau gimana lagi

      Delete
  8. klo sy ga pernah sih sampe numpang masak ditetangga,tetangga pun blm prnh ada yg numpang masak di dpr sy,cuma.. klo lgi listrik mati tetangga yg ga pake penampungan air kadang ada yg minta air k rmh,heee.... btw,sy setuju bgt tuh klo hrg gas ga naik,apalagi klo harga'y turun :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama mba. dulu waktu ngontrak sering mati air PAM dan saya suka minta air ke tetangga yang pake mesin air

      Delete
  9. yg terpikir oleh sy juga sama mak. yaitu semoga kesediaan kt menolong tdk disalahgunakan. ttgga sy jg ada yg bgitu mak. single mom dg 5 anak plus 1 di perut. bawa bahan makanan ke tetangga trus masak di sana sambil bantu bersih2. kbtulan yg ditunpangi masak janda yg hidup sendirian. jd malah klop. cm skrg sdh tdk pernh lg entah kenapa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak kalau itu jadinya saling menguntungkan ya..

      Delete
  10. Sama juga dengan kami di Pontianak Kalau GAS sudah habis tinggal SMS kepada tukang Gas yang bisa dipanggil pake SMS dan atau telp. Kalau pas GAS habisnya tengah malam, nah itu dia jadi masalah sendiri. kami kan harus memasak air kadang tengah malam. Kalau Gas Habis ya cari akal Masak Air pake Rice Cooker atau Magic Jar cukuplah untuk kondisi darurat Salam kenal dari kami sekeluarga di Pontianak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga pa. Iya bisa pake magic jar ya..

      Delete
  11. deg2 an niih irt apa-apa mulai naiik huhuhu...semoga selalu diberkahi Allah ya mak..

    ReplyDelete
  12. Harga2 mulai naik ya mak..beberapa jenis sayuran juga mulai naik.. semoga dilancarkan segala sesuatunya dan semoga rizki ada terus ya mak..
    ah jadi curhat disini ya ;)

    ReplyDelete
  13. Moga Allloh balas kebaikan Mak karena sudah ijinkan tetangga numpang masak & pake gas.
    Salam kenal Mak.
    http://curhatcerdas.blogspot.com/

    ReplyDelete
  14. Gas elpiji 12 kilo yang biasa kupakai sudah naik mulai bulan lalu, naik 20 ribu hiks *jadi curhat

    ReplyDelete
  15. Ya mak kadang2 saat ada niat nolong orang terbersit kecurigaan, jangan-jangan begini, begitu... trus ngga jadi deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya saya juga mak...tapi ya serprti kata guskar kalo mau infak ya infak aja jgn mikir yg lain

      Delete
  16. Aamiiin. Amin atas semua harapannya mak :))

    ReplyDelete
  17. Kalau sudah menolong maka diniatkan untuk menolong saja tanpa ada prasangka yang lain. Gas memang mahal, tapi kalau sudah terlihat dipakai untuk masak ya berarti alhamdulillah pertolongannya berguna

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Bermain Kartu UNO

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Berendam Air Panas di Grage Hotel & Spa Kuningan