Peran Orangtua Dalam Kesehatan Mental Remaja

  

Tak bisa dipungkiri, pandemi menyebabkan hal lain selain penyakit Corona itu sendiri. Kesehatan mental adalah salah satu hal yang menjadi permasalahan yang menyertai pandemi Corona. Berbagai peraturan yang membatasi ruang gerak manusia menyebabkan berbagai tekanan yang menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan mental masyarakat.

Menurut artikel yang saya baca, orang yang memiliki masalah kesehatan mental mengalami perubahan dalam pikiran, perasaan dan perilaku yang ditandai dengan adanya pikiran negatif, tak dapat berfikir jernih sehingga sulit mengambil keputusan, lebih lamban dalam berfikir, memiliki pemikiran yang berbeda dengan kenyataan, perubahan emosi yang cepat, merasa putus asa, mudah sedih dan marah serta takut dan cemas, mati rasa, tak memiliki energi untuk beraktifitas, menghindari pekerjaan atau lingkungan sekitar, hanya ingin sendiri, sulit makan atau tidur atau sebaliknya makan dan tidur lebih dari biasanya, memiliki rasa sakit yang sulit dijelaskan, dan sebagainya.

Dari informasi tersebut, kok saya jadi merasa hal-hal yang disebutkan di atas sedikit banyak terjadi pada saya ya. Saya terbiasa keluar rumah untuk belanja kebutuhan rumah, mengantar anak, dan lain sebagainya. Lalu karena pembatasan mobilitas, keluarga meminta semua kegiatan dilakukan dari rumah. Belanja kebutuhan rumah dilakukan secara online sehingga jarang bertemu dengan orang-orang yang saya kenal. Padahal saya senang menyapa saat berjalan keluar rumah atau ke tukang sayur langganan. Tidak berinteraksi dengan orang lain secara langsung membuat hati saya merasa tertekan. Ditambah lagi, pada hari raya saya pun tak bisa bertemu dengan keluarga besar karena pembatasan mobilitas ini, membuat saya makin merasa sedih.

Situasi pandemi ini terjadi tiba-tiba seperti mimpi di siang bolong, rasanya semua orang tak siap menghadapinya dan banyak yang merasa tertekan. Pada saat-saat tertentu dimana saya merasa kesepian dan merasa pandemi ini tak berujung, saya menangis sendiri sambil berusaha tetap melakukan aktifitas sebagai ibu rumah tangga. Kadang, tiba-tiba saja saat memasak air mata keluar sesenggukan mengingat ibu saya yang sendirian di kampung halaman tak bisa dijenguk karena pandemi, atau saat mengingat ayah saya yang sudah meninggal begitu beruntung tidak berhadapan dengan pandemi yang tiba-tiba datang menghantui.

Saya yakin banyak orang di luar sana juga merasa tertekan karena pandemi. Orang dewasa pun bisa tertekan dan sedih menghadapi pandemi, apalagi anak-anak kita yang masih remaja. Remaja kan emosinya masih labil, menghadapi pandemi pastinya sedikit banyak jadi merasa tertekan. Menurut hasil penelitian Unicef dan salah satu lembaga yang dilakukan tahun 2021, satu dari tiga remaja di Indonesia mengalami tertekan atau kurang minat dalam melakukan sesuatu.

Kondisi pandemi kemarin memang cukup berat buat anak-anak remaja kita. Mereka harus bersekolah dari rumah secara daring tanpa bertemu langsung dengan teman dan guru, lalu mendapat materi pelajaran terbatas, kemudian mendapat banyak tugas yang banyak atau tidak mereka kuasai karena terbatasnya waktu belajar dan akses untuk mendapat materi. Saya sebagai ibu dengan anak remaja pun merasakannya di rumah. Tidak bisa diceritakan secara detail karena menyangkut privasi anak, tapi emosi yang naik dan turun saat itu sangat melelahan dan menyakitkan hati, membuat saya merasa gagal sebagai orangtua.

kesehatan mental


Menurut artikel lain tentang kesehatan mental remaja di website charmgirlstalk.com, gangguan mental yang terjadi pada remaja juga bisa berupa:

  • Gangguan kecemasan, kadang terjadi tanpa pemicu.
  • Depresi, selain terjadinya mood negatif juga disertai hal lain seperti insomnia, putus asa, susah fokus, dan sebagainya.
  • Gangguan makan, bisa berupa anoreksia (tidak makan sampai lapar sekali agar berat badan turun) atau bulimia (makan banyak lalu dimuntahkan lagi).
  • Gangguan bipolar, biasanya ditandai dengan perubahan mood yang sangat ekstrem.
  • Gangguan Obsesif Kompusif (OCD), ditandai dengan adanya pikiran berlebihan dan suka melakukan hal berjam-jam sampai pikirannya mengatakan cukup.

Disebutkan dalam artikel tersebut, ketika kita merasa sedih dan perasaan lain, belum tentu juga kita atau anak remaja kita mengalami gangguan mental. Syukurlah, saya jadi sedikit lega. Mungkin yang saya alami hanya masalah psikis biasa karena perubahan kondisi secara tiba-tiba. Karena untuk dikatakan sebagai pengidap gangguan mental, perlu dilakukan uji klinis oleh para professional di bidangnya.

Yang bisa kita lakukan saat ini sebagai orangtua adalah menjaga diri dan keluarga kita agar memiliki mental yang sehat, diantaranya dengan melakukan hal-hal berikut ini:

  1. Menjalankan gaya hidup sehat dengan makan makanan bergizi dan olahraga secara teratur.
  2. Meluangkan waktu bersama pasangan, anak-anak atau teman. Ajaklah anak remaja kita melakukan kegiatan bersama seperti berolahraga, berkebun, memasak dan lain-lain.
  3. Selalu bersyukur dengan hal-hal kecil yang kita miliki. Tularkan rasa syukur itu pada anak-anak remaja kita.
  4. Senang memberi dan berbuat baik kepada orang lain. Memberi tidak perlu hal yang banyak atau berupa materi, memberi dengan hal yang kita mampu bahkan agama menyebutkan senyuman pun termasuk sedekah.
  5. Mengelola waktu dan stress dengan sebaik mungkin.
  6. Tidak memendam masalah sendirian. Berbagilah masalah yang kita punya dengan orang yang kita percaya. Jangan sampai anak remaja kita lari pada hal lain ketika ada masalah dan yakinkan mereka bahwa kita orangtua bisa menjadi tempat mereka berbagi masalah.

Saat ini pembatasan sosial sudah berangsur-angsur berkurang dan berbagai kegiatan di masyarakat sudah mulai bergeliat lagi. Tetapi masalah kesehatan mental ini akan selalu ada jika kita tak saling bahu membahu mengatasinya. Ya, bukan Cuma tugas kita sebagai pribadi, masyarakat sekeliling kita dan pemerintah pun seharusnya menjaga agar kesehatan mental masyarakat terjamin. Kita jangan diam ketika melihat tetangga kita perlu pertolongan. Berbagai peraturan pemerintah baik daerah maupun pusat pun seharusnya membuat masyarakat tenteram sehingga dapat meningkatkan kesehatan mental masyarakat. Wallahualam.

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Bermain Kartu UNO

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Berendam Air Panas di Grage Hotel & Spa Kuningan