Naik Kendaraan Umum dari Bintaro ke TMII Bersama Buah Hati
Entah kenapa ya, setelah punya
anak jadi sedikit paranoid kalau naik kendaraan umum bersama anak (tanpa
pasangan). Kalau bapaknya anak-anak ikut, sudah jelas ada yang bantu gendong
dan menenangkan anak-anak kalau mereka rewel di tempat umum. Berdesakan di
kendaraan umum pun tak masalah karena ada partner
yang saling menjaga.
Tapi kalau sendiri, dengan
membawa anak-anak yang salah satunya balita, jadi sedikit drama buat saya kalau
naik kendaraan umum dengan jarak yang lumayan jauh. Mendengar cerita suami yang
pernah dicopet di kendaraan umum, saya jadi khawatir juga. Khawatir dicopet,
khawatir dihipnotis, khawatir ini dan itu. Tapi, dalam keadaan terpaksa, naik
kendaraan umum dengan buah hati bisa dilakukan juga ternyata. Contohnya, saat
saya harus menyusul suami yang lagi dinas di Bandung. Saya membawa dua anak ke
luar kota dengan memakai jasa mobil travel. Ceritanya ada di sini.
Hari Sabtu kemarin, saya
menjadwalkan diri untuk pergi ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk
mengambil hadiah dari sebuah acara blogger. Karena hadiahnya berupa sepatu roda anak, saya harus membawa serta anak saya, Zaidan, yang berusia 8 tahun. Saya
tidak terlalu khawatir membawa Zaidan karena ia sudah lebih mandiri dibanding adiknya
yang berusia 4 tahun kurang.
Saya justru sedikit khawatir
meninggalkan Raissa dengan ayahnya. Bagaimana kalau dia rewel, bagaimana kalau
dia ini dan itu sementara ayahnya tak bisa menangani. Tapi, saya harus
menguatkan hati saya. Saya harus percaya pada pasangan saya dan memberikan
kesempatan padanya menjaga Raissa. Saya harus percaya Raissa di tangan yang
tepat yaitu ayahnya sendiri. Saya berusaha berfikir positif. Saya juga terus
berdoa dalam hati agar perjalanan saya lancar sehingga bisa kembali pulang ke
rumah dengan segera. Maklum, saya mengurus dua anak saya sendiri, jarang
berpisah lama. Berpisah sebentar, pasti ingat terus.
Bintaro-TMII (angkot C02 – Bus AC
73)
Setelah googling rute kendaraan umum di internet, saya memutuskan
menggunakan bus ke TMII. Dari Bintaro, saya naik angkot C02 jurusan
Jombang-Ciledug dengan tarif 5000 rupiah/orang. Saya turun di perempatan
Ciledug dan naik bus AC 73 dari sana -Jurusan Kampung Rambutan Ciledug- dengan tarif 15000 rupiah/orang (padahal tarif
resminya 13000 ribu rupiah).
Saya dan Zaidan duduk di belakang
supir, dihalangi sebuah kaca besar. Zaidan dengan asyiknya bereksplorasi,
melihat pemandangan sekitarnya berupa tempat perbelanjaan, membaca berbagai spanduk, dan bertanya
macam-macam. Kebetulan busnya ngetem lama banget di depan tempat belanja,
mencari penumpang.
“Mi, gebyar itu apa?”
“Mi, toko cat itu jualannya cat
apa?”
Dan sebagainya.
Sambil menunggu bus penuh, sang
kernet bus duduk di kursi supir dan merokok! Uhuk-uhuk, Zaidan dan saya spontan
menutup hidung. Paling ga suka deh kalau ada yang merokok di dekat kita. Supir
dan kernet yang lain bolak-balik mengambil gorengan di dekat kemudi sambil tak
lupa menawarkan gorengan itu ke penumpang.
Tiba-tiba, seorang ibu di kursi
sebelah saya berkata, “Bu, boleh gantian ngga kursinya?” Rupanya, dia bawa 2
anak kecil sementara kursinya hanya dua. Sedangkan saya duduk di kursi 3
bersama Zaidan. Padahal di belakang masih berjejer banyak kursi 3. Spontan saya
berdiri untuk mempersilahkan, tapi hati juga spontan merasa kesal. Kenapa tidak
memilih kursi 3 yang lain? Saya sudah merasa nyaman di kursi ini. Adududuh,
maafkan hamba Ya Alloh kalau belum ikhlas memberi dengan spontan. Tapi akhirnya
si ibu tak jadi pindah agar tak perlu membayar 3 kursi. Jadi pelajaran buat
saya. Ini hanya masalah kursi, bagaimana jika diuji dengan hal lain yang lebih
berat untuk dilepas secara spontan. Artinya, saya harus lebih mendekatkan diri
lagi pada-Nya.
Tak lama, busnya jalan. Tapi,
lambat banget, masih cari penumpang terus sebelum masuk tol. Saya sudah menduga
sih. Di jalan raya Ciledug ini memang sepertinya biasa dengan kemacetan,
apalagi ditambah dengan sedang dibangunnya proyek jalan layang. Alhasil, dari
Bintaro ke TMII saya lalui selama 3 jam, berangakt jam 8 sampai di TMII jam 11.
Fyuuuh, serasa ke luar kota saja. Bus berhenti di pertigaan menuju TMII. Kami tinggal
jalan saja sekitar 10 menit menuju pintu gerbang TMII. Bagi Zaidan, lumayan
jauh sih jalannya dari sejak turun bus. Namun dengan istirahat sejenak dan
terus diberi motivasi, semangat Zaidan kembali menyala. Ditambah lagi, bayangan
sepatu roda baru yang akan menjadi miliknya.
TMII-Bintaro (angkot C40 – Bus AC
73 – angkot C02)
Pulang dari TMII, kami naik
angkot jurusan Kampung rambutan, salah satunya C40. Dari sana, kami naik bus AC
73 lagi dan turun di perempatan Ciledug. Dari Ciledug, kami naik angkot C02 dan
turun di depan komplek perumahan kami.
Alhamdulillah, perjalanan pulang
ke rumah lancar dan lebih cepat satu jam dibanding perjalanan saat berangkat. Bayangan
saya tentang kejahatan di jalanan pelan-pelan sirna. Memang kejahatan akan
selalu ada di mana-mana, tapi itu tergantung bagaimana kita membawa diri dan menyikapinya.
Masih saja ada orang baik dimanapun. Misalnya supir bus yang menawarkan
gorengannya pada penumpang. Entah dia basa-basi atau tidak, yang jelas itu
sikap yang baik kan. Yang perlu diwaspadai itu, yang menawarkan makanan dan dia
memaksa kita menerimanya. Jangan-jangan, ‘ada udang di balik batu’. Saat menunggu
bus di kampong rambutan pun, seorang tukang buah menawarkan tendanya untuk
berteduh. Katanya, cucunya juga sama dengan Zaidan, duduk di kelas 3 SD.
Walaupun jam terbang naik
kendaraan umum saya tak banyak, saya mau memberikan tips naik kendaraan umum
bersama anak. Yaa, siapa tau ada yang perlu dan ada yang mau nambahin.
1.
Cari informasi rute kendaraan yang akan dinaiki
biar ada gambaran tentang perjalanan yang akan kita lakukan. Kalau saya, cari
info rute kendaraan umum di Jakarta lewat www.jakarta.go.id
dan lewat teman dan saudara yang tinggal di sekitar Ciledug dan Bintaro dan
mereka adalah orang yang sering wara-wiri di jalan, tidak seperti saya yang
orang rumahan. Ternyata, informasi dari mereka bermanfaat sekali.
2.
Bawa bekal makanan dan minuman. Walau di bus
juga ada yang menjajakan makanan dan minuman, bawa bekal dari rumah tentu lebih
baik dan hemat. Cuaca panas seperti sekarang, anak akan cepat haus, apalagi
perjalanan cukup panjang. Di tempat wisata seperti TMII, makanan juga relatif lebih
mahal. Satu bungkus pop mie saja dihargai 15 ribu rupiah!!
3.
Jangan pasang tampang culun. Hihi, ini saran
suami saya dulu. Mungkin kalau kita bermuka polos seperti yang tak tahu apa-apa
tentang Jakarta, nanti gampang dibodohi orang. Makanya, cari informasi sebelum
berangkat perlu banget supaya nggak polos-polos amat.
4.
Sabar dan banyak zikir biar hati tenang. Menghadapi
kemacetan memang kadang menguras emosi, belum lagi anak yang bertanya ini itu
pernuh rasa ingin tahu dan ingin beli ini itu di jalanan. Kita harus menyiapkan
dulu stok sabar kita agar bisa menghadapi anak dengan bijaksana juga.
Nah, itu tips dari saya kalau naik kendaraan umum bersama
buah hati. Semoga bermanfaat dan selamat menempuh perjalanan yang menyenangkan
dengan buah hati!
Aku paling takut naik kendaraan umum sendirian
ReplyDeleteApalagi kalau bawa anak kecil ya mba
DeleteWah bermanfaat infonya mba,, kalau ke jakarta dicobaa nii,,,
ReplyDeletealhamdulillha kalo manfaat mba
Deleteinformasinya boleh juga mba :)
ReplyDeleteperlujuga anak-anak diajak naik kendaraan umum ya. Maaf lahir batin ya mbak Leyla. Maaf baru bisa bw setelah mudik
ReplyDeletemba Lidya blm konsentrasi setelah liburan ya, ini Kania:) iya sama saya jg blm banyak BW
DeleteAlhamdulillah urusan naik Kendaraan umum buat saya dan anak2 sudah biasa. Yang penting waspada dengan keadaan sekeliling.... Kapan2 ceriatain juga ah pengalaman saya
ReplyDeletenanti tag saya ya mba :)
DeleteNaik kendaraan umum bersama anak memang harus lebih extra hati-hati dan waspada ya mbak, sedikit rempong juga. Kendaraan umum yang kunaiki bersama anak-anak baru becak saja hihihi. Btw aku belum pernah ke Jakarta nih :D
ReplyDeleteayo mba lianny ke Jakarta :)
DeleteAku juga suka ajak keponakan naik kendaraan umum, agak repot juga karna banyak yg harus disiapin hehe. Makasih tipsnya Mak :)
ReplyDeletesama-sama :)
Deletesama mbak. sampai saat ini belum berani naik kendaraan umum berdua aja sama bocah dengan rute yang jauh.
ReplyDeletesalut buat mbak :))
nekad mba :)
DeleteHmmm kok sama ya? Sepertinya setelah menikah kemandirianku berkurang banyak, antara lain gak pernah naik kendaraan umum lagi. Paling2 becak.
ReplyDeleteseru ya walaupun capeknya minta ampun..
ReplyDeletepastinya melelahkan deh
ReplyDelete