Jika Saya Bisa Mengendarai Motor Atau Mobil


Surat ini saya temukan beberapa waktu lalu saat saya membereskan isi tas anak pertama saya (Zaidan, 7 tahun). Hati saya langsung dilanda rasa bersalah. Ibu mana yang tak merasa bersalah jika ia tak bisa mengantar atau menjemput anaknya ke dan dari sekolah. Apalagi jika ibu itu ibu tumah tangga penuh, tidak bekerja di luar rumah. Makin lengkap lah rasa bersalahnya. Itulah yang saya rasakan, merasa bersalah pada anak pertama saya karena tak bisa memenuhi keinginannya.

Saya berusaha tak terlalu menunjukkan rasa bersalah ini agar tidak makin mengacaukan perasaan Zaidan. Saya minta maaf. Saya jelaskan kenapa Zaidan harus ikut mobil antar jemput sekolah. Supaya Zaidan lebih aman dari panas dan hujan, supaya umi tak terlalu lelah karena harus mengurus rumah dan adik Raissa, supaya Zaidan belajar mandiri dan bersosialisasi, dan sebagainya. Zaidan juga sepertinya berusaha mengerti. Saya juga tak lupa minta Zaidan mendoakan saya supaya bisa mengendarai motor atau mobil.

Apa hubungannya surat Zaidan dengan keterampilan berkendara saya? Hubungannya jelas sekali. Gara-gara saya tak mahir berkendara, saya tak bisa mengantar anak saya. Belajar mengendarai motor, tentu saja sudah dilakukan. Sederet pengajar handal sudah saya minta tolong untuk mengajarkan. Dari mulai kakak, suami, dan asisten rumah tangga yang dulu kerja di rumah. Tapi hasilnya nihil. Saya tetap tak bisa mengendarai motor.

Keterampilan berkendara itu ternyata punya peran cukup penting dalam hidup seseorang. Dalam tulisan lawas, saya pernah bercerita tentang usaha saya mengajarkan Zaidan bersepeda. Usia 6 tahun Zaidan belum bisa mengendarai sepeda roda dua. Sementara, teman-teman seusianya sudah bisa. Pernah, saat kami sedang berjalan menuju mesjid untuk les Al Qur'an, seorang temannya lewat. Setengah mengejek dia bilang, "Punya sepeda kok tidak dipakai". Zaidan bilang padanya bahwa sepedanya rusak sambil menatap sang teman yang pergi meliuk-liuk dengan sepedanya.

Sejak itu saya berjanji, Zaidan harus bisa mengendarai sepeda roda dua. Hampir tiap hari berlatih dan dipupuk semangat terus-menerus, Zaidan akhirnya bisa mengendarai sepeda roda dua. Kelak, insyaallah dia juga bisa mengendarai motor dan mobil. Saya tak ingin dia seperti saya yang gagap berkendara. Dengan keterampilan berkendara yang dimiliki, insyaallah Zaidan tak hanya bisa menolong diri sendiri namun juga orang lain.


Saya tak ingin menyalahkan masa lalu. Dulu, ibu melarang saya bersepeda karena takut saya begini dan begitu. Sepertinya ada korelasi antara kemampuan berkendara dengan kepribadian seseorang. Tapi..entah juga, karena tak ada penelitian tentang ini. Saya tumbuh menjadi gadis penakut, tak percaya diri, dan kurang cermat dalam mengambil keputusan. Dalam berkendara, tiga hal di atas akan dipelajari. Seorang pengendara harus berani berjejalan dengan kendaraan lain di jalan raya, percaya diri ketika belok kanan atau kiri, cermat melihat rambu, dan sebagainya. Belajar berkendara adalah belajar kehidupan.

Walau tiga hal di atas tak bisa saya pelajari dari keterampilan berkendara, saya berusaha tak kecil hati dan belajar dari hal lain. Saya bersyukur setelah Zaidan bisa bersepeda, dia lebih percaya diri saat main dengan teman, apalagi kalau main balap sepeda. Dia juga tentu lebih sehat karena badannya bergerak terus.

Sekarang, apakah saya tak melakukan ikhtiar lagi untuk belajar mengendarai motor? Walau api semangat di dada saya kian meredup, saya tak ingin berhenti melakukan ikhtiar agar Allah SWT juga tak berhenti berusaha untuk saya. Saya harus mengumpulkan semangat dan keberanian saya yang berserakan entah kemana. Ssst...diam-diam saya suka membawa sepeda Zaidan ke dalam rumah, menaikinya untuk belajar keseimbangan. Walau..tidak konsisten juga sih. Hihi, anda boleh tertawa kok pembaca. Saya juga suka menertawakan diri sendiri yang tak mahir juga belajar mengendarai motor.

Jika suatu saat saya akhirnya bisa mengendarai motor atau mobil, hal pertama yang saya lakukan tentu saja memenuhi keinginan anak. Mengantar dan menjemputnya ke sekolah. Hal lain seperti jalan-jalan, silaturahim dan lainnya adalah urutan berikutnya.


Comments

  1. Mak, bisa naik sepeda ato motor itu harus ada keberanian dan tindakan. Bila kita niat bgt, insyaallah pasti bisa. Fawaz umur 8 tahun baru bisa naik sepeda, dulu saya sempat gusar bagaimana kalau anak saya tidak bisa naik sepeda? Ternyata keberanian itu muncul dalam diri Fawaz hingga akhirnya dia bisa. Sayapun dulu belajar mengendarai motor waktu klas 1 SMA, belajar sendiri dan akhirnya bisa. Sekarang tinggal 1 niat saya ingin punya mobil dan mengendarainya. Yuk kita sama2 perkuat niat dg iman dan usaha, insyaallah pasti bisa. Yakinlah!!!

    ReplyDelete
  2. Aamiin, semoga impiannya segera terwujud ya mbak :)

    ReplyDelete
  3. hi hi... sy jdi ngetawain diri sndiri nih mak!sy ga bisa naik sepeda,motor atau mobil.dlu dilarang ortu,skrg dilarang suami,hikss...! pdhl pengeeeeennn bgt bljr nyetir...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya ya mak..rasanya gimanaaa gitu kalau keluarga ga rido..padahal wanita jg harus bisa loh mak untuk situasi darurat pasti diperlukan..

      Delete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Bermain Kartu UNO

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Berendam Air Panas di Grage Hotel & Spa Kuningan