Cinta Para Pahlawan

Menjadi guru, mengalirkan ilmu pada orang lain adalah tugas mulia. Tak sedikit dari mereka yang menerima penghasilan kecil namun tetap cinta pada pekerjaannya. Walau ada juga dari Mereka yang menyimpang dari tugas mulianya dengan melakukan kekerasan atau pelecehan pada anak didiknya. Tapi saya tidak ingin membicarakan mereka yang menyimpang, Karena Mereka tidak patut disebut orang yang di guGU dan ditiRU. Di sisi lain guru juga manusia, tak luput dari kesalahan. Saya hanya ingin berbagi tentang mereka yang ikhlas menyampakan ilmu, sang Pahlawan Tanpa tanda jasa.

Banyak Pahlawan di kehidupan saya, saya Akan menceritakan tiga diantaranya. Pahlawan pertama, saya mengenalnya ketika masih mengontrak rumah di daerah Jakarta Selatan. Sebut saja namanya Ummi B. Sebelum menikah, beliau adalah seorang sekretaris sebuah perusahaan yang penghasilannya lumayan. Namun setelah menikah beliau melepas pekerjaan itu sebagai bentuk bakti pada suami. Padahal gaji suaminya pun tidak besar. Tahu sendiri kan pekerjaan seorang sekretaris itu mengurus keperluan pimpinan yang tidak jarang harus lembur. Bagaimana mengurus keluarga kalau waktu banyak dihabiskan di tempat kerja. Apalagi jika Sudah ada anak, tentu akhirnya harus ada yang diprioritaskan.

Beliau akhirnya memilih menjadi seorang guru privat yang waktu kerjanya bisa disesuaikan. Beliau mengajar dengan tulus. Beliau bawakan bacaan bekas untuk muridnya belajar membaca. Suatu saat orangtua si anak tiba-tiba mengajaknya bicara. Padahal selama beliau mengajar sekitar lama belum pernah sekalipun Mereka mengajaknya ngobrol, bertemu pun jarang karena kesibukan kerja Mereka. Ternyata Mereka sangat terkejut ketika mereka mendapati anak Mereka bisa membaca. Mereka bertanya tentang keluarga Ummi B dan akhirnya menawari suami Ummi B untuk bekerja di perusahaan mereka. Cinta Ummi B pada anak didiknya telah Menggerakkan si orangtua untuk berbuat baik. Subhanallah.

Saat ini suami Ummi B merupakan orang yang memiliki jabatan strategis di sebuah perusahaan dan juga anggota Dewan. Ummi B sendiri mengelola pengajian di lingkungan rumahnya dan mendirikan sebuah yayasan yang bergerak di berbagai bilang: sosial, pendidikan, keagamaan, dan sebagainya. Beliau memang bukan lagi seorang guru, tapi beliau tetap pahlawan untuk lingkungannya dengan keberadaan yayasan tersebut.

(Gambar diambil dari sini)

Pahlawan kedua, adalah teman guru ketika saya masih mengajar di sebuah sekolah swasta. Sebut saja namanya pak Edi. Dia adalah seorang guru pndamping untuk anak berkebutuhan khusus bersama Al di melas 1 SD. Sebenarnya Al ini tidak bisa ditempatkan di kelas 1 Karena kemampuan komunikasinya seperti anak di bawah satu tahun. Tetapi orangtuanya berkeras sampai akhirnya sekolah pun mengijinkan.

Al ini bicaranya tidak jelas. Komunikasi yang sering dilakukannya adalah menangis, tertawa, mencakar, dan sebagainya. Alhamdulillah teman-temannya mengerti untuk tidak terlalu memaksakan komunikasi dengan Al. Setiap saat pak Edi harus ada di samping Al karena lengah sedikit ada teman yang dicakar atau barang yang dilempar. Setiap hari saya lihat bekas cakaran di Tangan atau wajah Pak Edi. Tapi dia tak mengeluh dan tetap ceria. Kebahagiaan Pak Edi semakin bertambah ketika Al sudah bisa menghubungkan titik-titik menjadi sebuah huruf atau bahkan mengucapkan satu kata dengan terbata. Ketika beliau menceritakannya pada kami, guru kelas, rasa haru dan turut bahagia menyelimuti saya. Cinta Pak Edi pada Al menjadi cermin bagi kami saat itu untuk tak pernah menyerah pada setiap anak.

Pahlawan ketiga adalah seorang teman guru juga, bu Andi namanya. Dia mengajar di TK B. di kelasnya ada anak yang termasuk spesial. Dia tak mau bergabung dengan kegiatan kelas dan seringkali mengamuk jika keinginan nya tak terpenuhi. Pernah sampai rok Bu Andi sobek Karena amukan si anak. Awalnya orangtuanya mengira anaknya menderita kelainan, Tetapi ternyata ia hanya salah pola asuh. Anak ini sering ditinggal nonton TV sendiri sementara ayah ibu nya bekerja (di rumah ada pembantu dan kakek neneknya). Dengan pendekatan guru dan orangtua, lama-lama sang anak bisa beradaptasi di kelas. Sebenarnya bu Andi sempat memberi sebuah catatan semacam diary tentang perjalanannya membimbing si anak. Di catatan itu rinciannya lebih detil. Sayang, saya menghilangkannya. Maaf bu Andi. Saat saya membimbing si anak di kelas 1, ia masih belajar membaca dan kadang suka menjilat Tangan guru ketika bersalaman sebagai tanda cinta. Pelan-pelan dengan bimbingan guru dia mengerti apa yang harus dan tak harus dilakukan. Saya yakin dia Sudah semakin menakjubkan sekarang.

Tulisan ini saya buat dalam rangka ikut GA novel A Miracle of Touch nya Riawany Elita. Sekilas saya baca behind The scene penulisan novel, saya bisa menangkap bahwa novel ini tentang cinta. Jujur, Sebelum menikah saya penyuka cerita cinta (uhuk!). Setelah menikah, saya penyuka segala bacaan Karena mengikuti kesukaan pasangan dan menyadari ternyata cinta abadi itu cuma untuk Ilahi. Terkadang, ketika melihat tumpukan novel lama saya, saya nyengir sendiri dan kadang berfikir, 'ih, kok kayanya saya sentimentil sekali ya..'. Oleh Karena itu, saya penasaran seperti apa novelnya mba Riawani Elyta. Apakah seperti novel kebanyakan atau berbeda?


Comments

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

Rekomendasi Homeschooling Terbaik Untuk Solusi Belajar Anak

Bermain Kartu UNO

Usia Nanggung Bikin Bingung (Memutuskan Kapan Anak Akan Sekolah)

Biaya Masuk SMP Islam di Tangerang Selatan

Berendam Air Panas di Grage Hotel & Spa Kuningan